07 February, 2010

kuala pilah


*Masih satu seri dengan perjalanan Melaka, pulangnya mampir ke Kuala Pilah. Kota kecil di deket Seremban (ibukota Negeri Sembilan)*

Mendengar nama Negeri Sembilan, ubun2 gw mendadak mengepul karena emosi jiwa.. :D >korban berita media nasional tentang aneksasi budaya Indonesia oleh orang setempat<. Karena terakhir liat brosur wisata negri ini *agak kecewa*. Covernya bergambar Rumah Gadang. Dan di dalamnya ada baju nikahan ala minang dengan segala aksesorisnya yang lengkap dan sama! :( Teringat pula, ramainya milis2 dan blog2 beberapa saat lalu ketika diumumkan desain Pavilion Malaysia [dalam ajang World Expo 2010 di Shanghai setahun lagi] yang menggunakan atap Bagonjong. *hu uh!*

Berangkat dari Melaka sekitar pukul 3 petang, di tengah jalan Bang Othman dengan santainya berbicara, 'Kita nanti mampir ke Istana Sri Menanti ya.. bagus banget, harus explore..'
[*berfikir* 'Not so interested bang, gw pernah liat langsung Istana Pagaruyung di Baso. dan "istana wannabe" ini pasti tidak sebagus yang aslinya. Yang dulu gw lihat di cover buku wisata itu, proporsi bagonjongnya agak prematur. Bagian ujung Bagonjong yang menaik ukurannya terlalu besar dibanding dengan apa yang pernah gw liat dan gw tahu ttg Rumah Gadang].
Rencana awal si Abang, petang itu juga langsung mengamati Istana Sri Menanti. Ternyata sampai di persimpangan menuju kompleks kerajaan sudah pukul 5 petang. Karena gw dah tidak terlalu berminat dan hari dinilai terlampau petang, akhirnya kunjungan Sri Menanti hari itu gagal. Kita langsung menuju rumah Keluarga Besar Puan Hajjah Mohd Noor, keluarga Bang Othman di sebuah kampung di kaki Bukit Something *yang tidak gw rasa perlu untuk dihapal*.

Sekitar rumah ini mengingatkan kampung2 di Baso dan Bukittinggi, tidak sama persis. namun skala bangunannya mirip, hanya ukurannya lebih kecil2. bila di Minang rumah gadang berdiri sendiri, di Kuala Pilah ini struktur bangunannya terdiri dengan massa bangunan lebih dari satu, sekitar 3-4 massa mungkin. dengan paduan atap yang lebih kompleks. atap utama masih mirip dengan Bagonjong, namun ujungnya menaik dengan lebih landai.
Analisa gw, bentuk ini muncul dari kawin silang antara Rumah Gadang dengan rumah khas Semenanjung Malaysia. struktur ruang sama dengan Rumah Gadang asli di ranah Minang. ada bilik berdoa untuk tempat ustadz memimpin kenduri, dan ada ruang wanita di ujung satunya (wanita sama dianggap penting layaknya sistem matrilineal di Minang), namun kumpulan massa dengan unit-unit kamar yang memiliki struktur sendiri mendekati tipologi bangunan Semenanjung. Detail2 ujung tanduk kerbau dari logam juga masih dipakai. Bagian teras didekorasi dengan keramik dan menggunakan material semen, [atau ubin pada rumah orang yang lebih kaya]. Kalau yang itu mungkin pengaruh pedagang China yang telah berabad singgah di Pesisir Barat Malaysia ini. Mmm paduan yang menarik..

Gambar tempel di ruang tamu seperti di Restoran Padang yang biasa gw temui di Bandung, berupa kain bludru gelap klasik berbordir emas bergambar standard *Rumah Gadang-pohon kelapa-semak belukar-Gunung Singgalang* bertuliskan Bukittinggi :D!. Ibu Bang Othman, Puan Noor, dengan bersahaja mengenalkan diri beliau. Menyapa dan melanjutkan pembicaraan. Bahasan tentang gempa di Pariaman menjadi topik utama, cerita beliau tentang kunjungan ke Minang serta saudara2 dari keluarga besar di sana juga mendominasi. Meski telah turun temurun merantau, beliau masih ingin berkunjung ke tanah leluhur di Sumatra Barat.. dan untuk keseharian, Puan ini masih mempraktikkan bahasa minang, meski dialeknya sangat berbeda karena tercampur logat Melayu.
*T.T OMG, ternyata mereka benar2 orang minang!*

Panas di ubun-ubun lumayan mereda, dengan perlakuan Puan Noor, putra-putri, dan cucu2nya yang satu demi satu datang mendengar kepulangan abang membawa teman dari Indonesia (gw!). Keluarga ini sangat ramah, bahkan mereka mengadakan jamuan dengan Masakan Padang modifikasi dengan selera Melayu. Setiap sesi makan, pasti semua berkumpul membentuk lingkaran di hall keluarga. Membahas kondisi anggota keluarga satu persatu. *Jadi inget kebiasaan orang Bugis saat gw dulu tinggal di rumah Idham selama KP di Makassar..*
Pagi esoknya, Bang Othman tetap mengajak ke Sri Menanti. Demi mengisi waktu gw iyain juga. Sebelum berangkat, kita mengantar Puan Noor ke Pasar Desa yang hanya buka setiap hari Minggu. Di sana, semua isi pasar mengenal dan saling menyapa. Seperti ajang reuni, terutama buat anggota komunitas yang merantau. Jadinya acara ke pasar ini lebih didominasi kumpul-kumpul dan perkenalan gw ama kerabat Bang Othman. Hampir semua keturunan Minang pula :D.

Setelah itu kita menuju Istana Sri Menanti. Di luar dugaan, istananya bukan 'Pagaruyung wannabe' yang gw lihat di cover buku wisata. Dia sangat cantik! Bangunan ini dirancang oleh arsitek berkebangsaan Inggris yang bekerja sama dengan seniman kayu serta ahli konstruksi Melayu. Hampir sama dengan struktur Ruang Minang di Pagaruyung. Tapi skalanya lagi2 lebih intim dan ruang-ruangnya lebih kecil.Dia merupakan bangunan yang pernah gw lihat sebelumnya di poster kunjungan heritage Malaysia *sudah menjadi target saat melihatnya di Kedubes Malaysia di Kuningan*. What a surprise! :D
Saat itu, Istana sedang dihias dengan sangat meriah. Empat hari setelah kunjungan gw, akan ada pelantikan Sultan yang baru. Saat itu kegiatan dekorasi belum selesai benar. Warna kerajaan *hampir sama dengan minang* merah-kuning-hitam mendominasi setiap jengkal pencapaian dan kompleks istana.

*hehe.. Makanya jangan Suudzan dulu cuy..*
Kompleks istana di Malaysia tidak seperti istana-istana di Jawa atau di Indonesia yang memiliki prosesi ruang yang rumit dan bertahap. dia hanya berdiri pada setting ujung, namun terlihat dari semua titik. Lebih egaliter. Bahkan, persis di samping istana ini sedang dibangun Guest House yang mirip tipologi resort tanpa jarak yang signifikan dari bangunan istana.

Detail-detail struktur dan arsitektur Sri Menanti sangat menarik. Konstruksi kayunya, ukiran berwarna emasnya, juga pengolahan massa bangunan yang bersahaja, tapi tetap elegan. Karena sedang didekorasi untuk penobatan Sultan berikutnya, kami tidak diperbolehkan mengintip lebih lanjut.

Kunjungan Kuala Pilah ini cukup memberi pelajaran tentang judgement gw tentang klaim budaya Malaysia terhadap Indonesia. ternyata tidak sedikit orang Indonesia yang merantau dan tetap mempraktekkan budaya mereka. Ada yang jelas2 masih mempraktekkan budaya asli yang dibawa langsung dari Indonesia sebagaimana adanya seperti Reog dan Kuda Lumping. Tapi ada yang telah dimodifikasi seperti Budaya Minang di Kuala Pilah ini. Mereka tetap mempraktekkan itu secara turun temurun, *gapapa kan? iya juga kata gw, itu kan hak setiap orang untuk berekspresi dan berbudaya sebagaimana ia mau. Praktik itu dia lakukan untuk menunjukkan eksistensi dia pada komunitas yang baru bahwa ia masih bagian dari yang lama. Mungkin lebih sebagai identitas kali y*
Hal ini juga pernah gw bahas saat secara tidak sengaja bertemu dengan Pak Joko dari Indonesia yang menjabat Sekjen Perdagangan Karet seAsia Tenggara di Kuala Lumpur, [Staff Ahli Kementrian Pertanian yang menjadi perwakilan Indonesia untuk ASEAN]. Beliau membahas klaim budaya oleh Malaysia terhadap Indonesia. Ternyata benar, disebutkan dalam hukum internasional tentang Hak Paten dan Kekayaan Intelektual. Selama kita belum melakukan identifikasi budaya sendiri dan melakukan deskripsi teknis tentang budaya apa yang dimaksud ke badan international yang berwenang *gw lupa namanya*, maka itu boleh dipatenkan siapa saja. [Terlepas temuan, benda, budaya atau hasil kesenian tersebut memang asli milik kita atau bukan].

Untuk budaya yang sifatnya 'grey area' [Terutama kebudayaan Sumatra dan Kalimantan dan pulau-pulau di sekitarnya] bila ternyata Malaysia lebih dahulu, pastinya kita kecolongan.. Tapi kalau yang jelas2 itu hanya ada di Indonesia [bukan 'grey area', seperti Reog dan Tari Pendet yang secara logika hanya ada di Ponorogo dan di bali], di Malaysia ada, dipraktekkan turun temurun oleh pendatang tapi tidak berkembang secara signifikan. Perkembangan yang lebih baik ada di Indonesia.
Gapapalah.. kalau ada bule atau turis nanya, dan tertarik lebih lanjut, pasti mereka akan ke indonesia.. dan mendapatkan yang jauh lebih baik. hanya saja pengemasan paket wisata dan infrastruktur di Indonesia yang masih belum sebaik di Malaysia. Yo itung2 etalase dan promosi gratis kata si Bapak.. supaya turis2 nanti berkunjung ke Indonesia. :D

oo gw jadi paham, seperti Dept Pariwisata di Indonesia perlu bekerja lebih giat untuk menginventarisasi dan mendefinisikan budaya kita sendiri dengan lebih baik supaya tidak diambil alih oleh orang lain dengan mudahnya.. OK Dinas Pariwisata, ganbatte-ne!! semangat ya Pak-Bu.. :D, ojo sampe kecolongan neh hehe, karena kita sudah pusing denger komplain di media yang tidak kunjung selesai..

No comments:

Post a Comment